Thursday, May 13, 2010

MANUSIA DAN SYETAN BERLOMBA DALAM TAWURAN

Bentrokan lagi, bentrokan lagi. Tawuran lagi, tawuran lagi.  Itulah pertanyan sebagian besar rakyat Indonesia. Kenapa yang namanya pertikaian, persengketaan dan bentrokan bahkan tawuran semakin sering terjadi. Hampir setiap hari televisi menayangkan orang yang bertikai, bentrok dan tawuran. Entah itu bentrokan antar sesama mahasiswa, antar mahasiswa dengan pihak kepolisian, antara masyarakat dengan satuan polisi Pamong Praja atau Satpol PP, antara warga satu kampung dengan  kampung lainnya, antar supporter sepakbola ataupun antar anak-anak sekolah.
Unik, tapi tidak menarik. Lucu tapi membuat hati pilu. Lihat saja, kalau sudah kadung ribut alias tawur, batu-batu berseliweran, pentungan melayang ke sana kemari, darah berceceran, dan korban pun berjatuhan. Mereka laksana berperang melawan musuh bebuyutan. Padahal bisa jadi diantara lawan yang diserang itu ada saudaranya, ada keluarganya, ada tetangganya, atau ada teman ngajinya.
Seperti yang terjadi belum lama ini, kerusuhan dalam bentokan yang terjadi di area makam Mbah Priuk antara msayarakat dengan pihak aparat. Kedua belah pihak mengklaim palin g benar dan berhak mempertahankan posisinya. Tawuran tak terelakkan, bangsa yang katanya ramah dan bertatakrama ini tercoreng. Massa dan aparat yang terlibat bentrok nampak begitu beringas. Kemana rasa kemanusiaan, kemana rasa persaudaraan.
Kalau tawuran sudah terlanjur, apa mau dikata. Paling hanya saling tuding karena masing-masing tidak ada yang merasa bersalah. Lantas, apa yang didapatkan dari tawuran?. Tentu hanyalah penyesalan. Kerugian bukan hanya materi tapi juga non materi, seperti rasa trauma, ketakutan dan hilangnya kepercayaan bangsa lain terhadap negeri ini.
Orang kalau sudah terlanjur esmosi (baca emosi) memang lupa segalanya. Yang ada di kepalanya hanya ingin melampiaskan amarah. Yang ada di hatinya hanya perasaan benci. Coba kita berkaca dari kisah dua putra nabi Adam AS, yaitu Qabil dan Habil. Qabil yang tidak terima dengan kenikmatan yang diterima adiknya, Habil jadi gelap mata. Ia bunuh saudaranya sendiri. Allah SWT mengisahkan peristiwa ini sebagai pelajaran bagi ummat manusia yang lain. Disebutkan dalam Al-Qur’an:
Artinya: “Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). ia berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu!”. berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa”. (27). Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam.
(28). Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa (membunuh)ku dan dosamu sendiri, maka kamu akan menjadi penghuni neraka, dan yang demikian itulah pembalasan bagi orang-orang yang zalim. (29). Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah, maka jadilah ia seorang diantara orang-orang yang merugi”. (30). (QS. Al-Maidah: 27-30)
Kalau ada dua orang bertikai yang menang adalah syetan. Kalau ada dua kelompok bentrok, maka syetanlah yang senang dan “tepuk tangan” karena berhasil menamakan permusuhan pada dada manusia.
Kita diperintahkan agar selalu memikirkan matang-matang dampak atau akibat dari ucapan dan perbuatan kita, dari langkah dan tingkah kita. Ada sebuah pepatah bijak, Man tafakkaro fil ‘awaaqib, amina minal mashooib, artinya,Barang siapa yang merenungi dampak atau akibat, maka dia akan aman dari musibah”.
Jadi sebelum melakukan sesuatu kita pertimbangkan mashlahat dan mudharatnya, kira-kira bahaya apa tidak, kira-kira merugikan atau tidak, jangan main tabrak saja. Setiap pertikaian atau bentrokan biasanya diawali karena kecerobohan dan ketergesa-gesaan mengambil langkah akibat menuruti emosi.
Sekarang kita punya tugas berat bagaimana mengendalikan emosi. Rasulullah SAW sudah mengingatkan kita bahwa  musuh yang terberat adalah nafsu diri sendiri.  Makanya nafsu itu perlu dibimbing, ditenangkan, didamaikan dan dibersihkan dengan banyak berdzikir, mengingat Allah serta mengingat hari akhirat.

No comments:

Post a Comment